RAKATA

Ragam KSDA Dalam Berita

Provinsi Lampung Paling Rawan Kebakaran ke-8 di Indonesia

Tinggalkan komentar

DSC_2880Judul di atas merupakan kesimpulan dari salah satu narasumber dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan Provinsi Lampung, Bapak Ir. Rafles B. Panjaitan,M.Sc., yang menjabat Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan PHKA. Rapat ini diselenggarakan  di Hotel Grand Anugerah pada tanggal 16 Mei 2013.

Tema rapat adalah Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Lampung. Panitia menggelar acara tersebut dengan mengundang 30 instansi terkait untuk bersama-sama memikirkan cara pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Maksud kegiatan ini adalah meningkatkan koordinasi dari tingkat pusat ke daerah dalam upaya pencegahan kebakaran hutan termasuk peringatan dan deteksi dini terhadap kebakaran hutan.

Direktur Kebakaran Hutan menyampaikan bahwa Lampung sudah menempati urutan ke-8 jumlah hotspot terbanya dengan jumlah 900 titik. Oleh sebab itu, diharapkan Lampung mencapai target penurunan hotspot hingga di bawah 523 hotspot selama tahun 2013. Solusi yang disampaikan adalah perlunya sinergisitas dari para pihak (PHKA, pemda, unit pengelola , dan masyarakat).

Beliau mengingatkan kembali bahwa kebakaran hutan termasuk dalam proritas kebijakan nasional. Beliau juga menyampaikan untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan, dana yang digunakan harus fleksibel. Sementara, PP No 12 tahun 2011 menegaskan dana untuk Manggala Agni (regu pengendali kebakaran hutan) untuk kegiatan pemadaman hanya untuk kawasan konservasi. Untuk kawasan lain, Manggala Agni hanya membantu dalam hal sarana prasarana, biaya operasional ditanggung oleh pengelola kawasan tersebut. Peraturan sedang direvisi dana bisa fleksibel digunakan untuk kawasan lain.

DSC_2876Kepala Balai KSDA Lampung, Bpk Ir. Supriyanto, menyampaikan pentingnya peran masyarakat sekitar hutan dalam dalam menurunkan hotspot, karena 81% hot spot di Lampung terjadi pada lahan pertanian dan perkebunan. Hal ini terjadi karena kebiasaan membakar dalam pembukaan lahan dan pemanenan. Perlunya sinergi antara masyarakat, swasta, pemerintah dalam upaya pencapaian penurunan hotspot.

Beliau menambahkan bahwa upaya pengendalian kebakaran hutan yang dilakukan BKSDA Lampung antara lain rakor pencegahan karhut, patroli karhut, groundcheck hot spot, apel siaga dan posko siaga, pembentukan MPA, pemasangan papan larangan/himbauan pencegahan karhut dan sosialisasi dan penyuluhan pencegahan kebakaran hutan.

Beberapa masalah dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Lampung adalah keterbatasan kemampuan personil, minimnya jumlah brigdalkarhut, posko siaga belum terintegrasi, kurang optimalnya koordinasi antar instansi, terbatasnya anggaran, hot spot terjadi di lahan masyarakat, serta dilema dalam teknik pemanenan pada perkebunan terkait hot spot yang terpantau satelit. Hal terakhir dapat disiasati dengan melakuan pemanenan pada saat satelit NOAA tidak melewati Lampung.

Rapat menghasilkan suatu rumusan yang ditandatangani oleh 10 instansi yang mewakili peserta rapat, yaitu:

  1. Berdasarkan informasi BMKG diprediksi bahwa awal musim kemarau tahun 2013 di Lampung terjadi pada awal bulan Mei.
  2. Apel Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan Akan dilaksanakan secara bersama se-Provinsi Lampung.
  3. Peningkatan koordinasi antara kabupaten, provinsi dan pusat dalam pengendalian kebakaran hutan dan  lahan menjelang siaga I dan pada saat terjadi kebakaran hutan dikoordinir oleh Dinas Kehutanan Provinsi.
  4. Perlu dibentuk DAOPS (Daerah Operasi) pengendalian kebakaran hutan di Lampung.
  5. Perlu Dibuat peta daerah rawan kebakaran hutan dan lahan serta keberadaan sumber-sumber air di masing-masing kabupaten dan Sosialisasi pada daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Lampung dari para pihak.
  6. Perlu dibentuk satuan tugas pengendali kebakaran hutan dan lahan di masing-masing satker pemangku kawasan hutan, unit pengelolaan hutan dan pelaku usaha serta dilakukan upaya peningkatan kualitas dan kuantitas personel (SDM) dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
  7. Sarana dan prasarana pendukung satuan tugas dalkarhut masing-masing instansi terkait perlu dipersiapkan sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. 21 tahun 2002 Tentang Pedoman Pembentukan Brigdalkarhut di Indonesia.
  8. Penyebaran informasi terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan melalui media cetak dan elektronik.
  9. Pembentukan dan meningkatkan peran serta Masyarakat Peduli Api (MPA).
  10. Perlu dilakukan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran yang mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan peraturan
  11. Perlu disusun rencana program yang siap sedia guna penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan yang dikoordinasikan dengan BPBD Provinsi Lampung
  12. Para pemangku kawasan hutan bertanggung jawab untuk menyediakan dan mengalokasikan dana untuk tujuan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah kerjanya. Diperlukan juga dukungan anggaran dari Kementerian Kehutanan melalui DAK
  13. Perlu dibangun program nyata kerjasama dengan lembaga penyuluh pertanian dan kehutanan.
  14. Perlu dibuat standar biaya pemeliharaan sarana prasarana dalkarhutla
  15. Perlu Program nyata tentang sosialisasi pada daerah rawan kebakaran hutan dan lahan dan ikut bertanggung jawab dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Lampung dari para pihak.
  16. Perlu dibuat program terobosan berupa pengembangan ekonomi kreatif di daerah rawan kebakaran.
  17. Pengendalian kebakaran hutan dan  lahan Provinsi/Kabupaten dikoordinir oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi/Kabupaten setelah dinyatakan sebagai kategori bencana Provinsi/kabupaten oleh kepala daerah.

Semoga hasil rumusan rakor ini dapat menjadi pedoman bagi pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Lampung.

***Dmg.

Tinggalkan komentar