RAKATA

Ragam KSDA Dalam Berita


Tinggalkan komentar

Trenggiling

Trenggiling (Manis javanica)

trenggilingTrenggiling termasuk ordo Pholidota yang artinya bersisik banyak. Trenggiling termasuk dalam daftar jenis satwa dilindungi di Indonesia dan terdaftar pada Appendix II CITES, yang berarti perdagangan secara internasional sangat dibatasi. Populasi trenggiling di alam diperkirakan mengalami penurunan akibat perburuan liar. Maraknya perburuan terhadap satwa ini dipicu oleh nilai ekonomis dari satwa ini. Konon, harga daging trenggiling bisa mencapai Rp. 250.00/kg di pasaran (illegal) dalam negeri, melonjak hingga satu juta rupiah di pasaran internasional. Bahkan, harga sisik trenggiling mancapai US$ 1 per keeping (Adiseno, 2008). Menurut para ahli dari LIPI, sisik hewan ini mengandung tramadol HCL, zat aktif yang bersifat analgesik (mengatasi nyeri). Keunikan trenggiling terutama dalam upaya pertahanan diri dari predatornya. Trenggiling memiliki mekanisme pertahanan diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika terancam. Ekor melingkar tubuh jika terganggu untuk melindungi tubuh yang tidak bersisik.

Usia dan Reproduksi.

Trenggiling memiliki dua pasang kelenjar susu. Trenggiling diperkirakan berkembang biak pada musim gugur atau kemarau dan melahirkan di musim hujan dan semi. Jumlah anak yang dilahirkan umumnya satu ekor dan lama kehamilan rata-rata sekitar empat bulan. Masa sapih anak trenggiling sekitar tiga bulan dan kematangan seksual dicapai pada saat anak berumur satu tahun. Induk trenggiling diperkirakan dapat bereproduksi sepanjang tahun.

Habitat dan Makanan.

Trenggiling Jawa ditemukan di Semenanjung Malaysia, Burma, Indocina (Vietnam, Laos, Kampuchea) dan pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Selain beraktivitas pada malam hari, trenggiling juga diketahui sebagai satwa yang hidup soliter dengan mangsa utama adalah semut dan rayap. Trenggiling bisa memanjat pohon untuk mendapatkan sarang semut. Bahkan, trenggiling mampu membongkar gundukan rayap yang keras sekalipun. Serangga dijilat dengan lidahnya yang secara teratur dibasahi oleh cairan kelenjar ludah. Lambung bekerja sebagai alat pengunyah. Karena hewan ini tidak bergigi, semut dan rayap dihaluskan oleh lambung. Untuk itu, lambung tidak dilapisi selaput lendir melainkan epitel pipih berlapis zat tanduk. Trenggiling kecil dapat memakan serangga sampai 200 gram dalam satu malam.

Ciri-ciri Trenggiling.

Trenggiling berwarna kecoklatan dan bersisik. Panjang kepala dan tubuh 50-60 cm serta ekor 50-80 cm. Permukaan tubuh bagian dorsal bersisik keras dan di antara sisik tersebut terdapat rambut-rambut yang kasar. Sedangkan bagian ventral tubuhnya tidak bersisik dan hanya terdapat rambut-rambut. Trenggiling jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan trenggiling betina. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg. Ukuran kepala cenderung kecil dan memiliki mata yang kecil yang dilindungi oleh kelopak mata yang tebal. Kelopak mata ini berfungsi untuk melundungi mata dari gigitan semut. Trenggiling memiliki daun telinga berukuran kecil dan bentuknya seperti bulan sabit, juga memiliki lidah yang dapat menjulur panjang dan bersifat lengket, sehingga memudahkan trenggiling untuk mencari makan.

Tubuh trenggiling ditunjang oleh empat kaki yang pendek yang tiap-tiap kaki dilengkapi lima jari dan kuku cakar yang panjang dan melengkung. Kuku cakar pada kaki depan berperan ketika trenggiling menggali lubang semut atau rayap. Trenggiling merupakan hewan plantigradi, yaitu hewan yang cara berjalannya dengan suluruh tapak kakinya di atas tanah, padahal seluruh kakinya dilengkapi oleh kuku-kuku yang panjang, namun ini tidak menghalangi trenggiling ketika bergerak. Kuku-kukunya akan dilipat ke dalam dan bertumpu pada bagian luar dari telapak kakinya.

(Disarikan dari berbagai sumber)

***Hts