RAKATA

Ragam KSDA Dalam Berita

Perlukah DAOPS Manggala Agni di Lampung?

Tinggalkan komentar

peta sebaran hotspot 2012Berdasarkan pantauan Posko Siaga Kebakaran Hutan Mei s.d. Oktober 2012, persentase hotspot di kawasan hutan sebesar 19,76 % sedangkan lahan sebesar 80,24 %. Hotspot tertinggi terjadi di Kabupaten Tulang Bawang sebesar 30,06 % yang notabene tidak memiliki kawasan hutan, disusul Lampung Timur 17,45% dan Mesuji 16,36%.

Dari hasil kegiatan groundcheck hotspot dan patroli pencegahan kebakaran hutan diketahui bahwa sumber hotspot berasal dari pembakaran lahan, aktivitas pertanian di hutan produksi dan pemanenan dengan metode bakar pada perkebunan tebu. Hotspot pada kawasan hutan produksi banyak terjadi di Register 46 Way Hanakau, Register 45 Sungai Buaya, Register 39 Kota Agung Utara, Register 42 Rebang , dan  Register 22 Way Waya. Kawasan-kawasan ini banyak dikelola masyarakat sebagai lahan garapan pertanian. Sebagian sumber hotspot adalah kawasan hutan yang sudah ditanami dengan singkong, karet, tebu, dan kelapa sawit (Laporan Kompilasi pelaksanaan Kegiatan kebakaran Hutan 2012). Hal ini menyedihkan bila melihat kawasan hutan rimba yang perkasa sudah menjadi perkebunan singkong cs. Sementara itu, hotspot pada kawasan konservasi paling banyak terjadi di Taman Nasional Way Kambas.

Sebagai gambaran, berdasarkan SK. Menhutbun No. 256/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000 Provinsi Lampung memiliki Kawasan Konservasi (TN/CA/Tahura) seluas 462.030 ha, Hutan Lindung 317.615 ha, Hutan Produksi 191.732 ha, dan Hutan Produksi Terbatas 33.358 ha. Total luasan hutan di Provinsi Lampung 1.004.735 ha. Luas Penutupan Kawasan Hutan di Propinsi Lampung hanya seluas 224.800 ha (22,37%). (Statistik kehutanan Propinsi Lampung 2010).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya Balai KSDA Lampung , dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Lampung. Mulai dari rapat koordinasi, apel siaga, patroli pencegahan, pembentukan posko siaga, groundcheck hotspot, pembentukan dan pembinaan MPA, sosialisasi masyarakat, sampai pada kesiapsiagaan tim dalam pemadaman apabila hal buruk terjadi. Bahkan, pada medio 2012, sempat muncul wacana pembentukan Daops Manggala Agni di Provinsi Lampung untuk meningkatkan kesiapsiagaan aparatur dalam menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan. Wacana ini bermula dari presentasi Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan (PKH) pada Raker Manggala Agni 2012 yang menyampaikan bahwa Provinsi Lampung merupakan salah satu dari 10 propinsi yang akan dibangun DAOPS. BKSDA Lampung memberikan respon melalui surat S. 548/BKSDA.L-1.Prl/2012 tanggal 2 Juli 2012 isinya memberikan masukan apabila sangat diperlukan pembangunan DAOPS di Provinsi Lampung maka lokasi yang tepat adalah kawasan Taman Nasional Way Kambas. Hal ini disebabkan Way Kambas adalah kawasan konservasi yang paling rentan terhadap kejadian kebakaran hutan. Masukan ini mendapat dukungan dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung untuk pembangunan DAOPS di Taman Nasional Way Kambas.

Daops atau daerah operasional merupakan wilayah kerja brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan di lapangan. Daops ini tidak mengacu pada wilayah administratif kabupaten, kecamatan dan desa melainkan mengikuti jajaran UPT Ditjen PHKA di bawah Balai KSDA yaitu seksi KSDA yang pada umumnya mencakup beberapa wilayah kabupaten, sehingga Brigdalkar di seksi KSDA ini akan bergerak lintas kabupaten. Kawasan konservasi merupakan prioritas Manggala Agni dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Seyogyanya daops berada pada satu wilayah kerja yang notabene merupakan wilayah kerja BKSDA.

Untuk membangun Daops Manggala Agni di Provinsi Lampung diperlukan biaya yang sangat besar, mulai sarana prasarana hingga biaya operasional. Biaya besar yang dikeluarkan untuk pembangunan DAOPS lebih efektif bila digunakan  untuk  kegiatan sosialisasi pencegahan kebakaran hutan, pembentukan dan penguatan lembaga.

Masyarakat Peduli Api (MPA). Penguatan lembaga MPA dapat dilakukan dengan memberi honor buat peserta MPA dan pemberian alat-alat kebakaran. Sosialisasi masyarakat ditekankan pada upaya perubahan kebiasaan masyarakat untuk tidak menggunakan metode bakar lahan perkebunannya.

BKSDA Lampung hanya mengelola kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau yang memiliki kemungkinan kecil untuk terjadinya kebakaran. Saat ini BKSDA Lampung memiliki dua Regu Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, yaitu RAKATA I dan RAKATA II. Kedua regu ini dibentuk melalui pembinaan dan pelatihan oleh Kementrian Kehutanan dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Balai KSDA Lampung Nomor SK 0642/BKSDA.L-1.PRL/2011. Balai KSDA Lampung terus menghimbau dan mendorong agar setiap kabupaten memiliki regu dalkarhut agar pengendalian kebakaran hutan dan lahan menjadi lebih terorganisasi dengan baik. Sampai saat ini, baru Dinas Kehutanan di Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Pesawaran,  Kabupaten Lampung Selatan,  KPHL Batu Tegi, dan PT. Sylva Inhutani  yang telah memiliki regu Brigdalkarhut di wilayah kerjanya. Sehingga, upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat kabupaten dapat dilakukan oleh Brigdalkarhut di setiap instansi terkait dan pemegang ijin pengelolaan hutan. Hal ini diperkuat dengan kesepakatan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan tahun 2012 bahwa setiap instansi terkait wajib mempersiapkan personill sebagai satuan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Pada akhirnya, masih dibutuhkan kajian mendalam mengenai rencana pembangunan daops dalkarhut di Provinsi Lampung, agar target penurunan hotspot 20 persen pertahun dari rerata tahun 2005-2009 dapat tercapai secara efektif dan efisien.

***Dmg.

Tinggalkan komentar